Sebuah cerita tentang nostalgia

Masa pertama saya membuat beberapa cerita melalui blog itu di akhir-akhir tahun 2016. Jadi nostalgia, waktu itu saya lagi sumpek dengan pekerjaan kantor. Butuh penyegaran mencoba-coba hal baru. Akhirnya terpikirlah menulis blog yang membahas tentang investasi dan kemerdekaan finansial. Supaya lebih berkembang saya mencoba bergabung dengan komunitas.

Buat orang yang kadar introvertnya 80% kayak saya lebih enak nimbrung bergaulnya di dunia virtual aja, itu pun pake topeng Daruma

Yang menantangnya dalam membuat analisa investasi untuk blog, sekalian buat analisa saham pribadi, saya tidak lagi memiliki akses aplikasi investasi kantor yang harganya ribuan dollar sebulan. Jadi saya harus kumpulkan berbagai data mentah dari banyak sumber, terus saya bikin chartnya pakai excel untuk melihat pattern dan korelasinya. Berasa kayak bikin api dengan kayu digesek pas jaman batu, pegeel!!

Pertama ikut nimbrung di streamlinenya stockbit awal 2018, sedang membahas investor legendarisnya Indonesia yang mengadopsi gaya value investing Warren Buffett, analisa kinerja emiten nya. Kan ajarannya belilah ketika semua orang takut. Tapi ya ketika semua orang takut batubara di 2015, kinerja keuangannya memang menakutkan, malah sempet harga jual batubara turun lebih rendah di bawah ongkos produksinya.

Pada masa itu sulit menjustifikasi kalo berdasarkan laporan keuangan, babak belur!!

Jadi nostalgia juga salah langkah dulu. Waktu itu saya menyukai perusahaan kontraktor swasta NRCA. Saya pernah menemui management mereka beberapa tahun lalu, dan memiliki impresi yang bagus. Di 2018 kapitalisasi perusahaan ini rendah sekali hanya 950 miliar, padahal cas nya mereka ada 800 miliar, belum hitung aset-asetnya, dan tidak punya utang.

Ditambah mereka memiliki prospek gede dengan rencana mengikuti tender tol patimban dengan probabilitas menang tender sangat besar, menarik bangeet.

4 tahun kemudian di 2021, tender tol patimbannya masih tertunda, sementara bisnis konstruksi gedung tiarap karena pandemi. Harga sahamnya sudah pasti semakin turun dengan kapitalisasi pasar menyusut hanya 750 miliar. Ini mungkin yang namanya value trap

Boleh saja melihat valuasi sudah murah. Namun bila industrinya lesu, gedung-gedung perkantoran semakin kosong akibat kebijakan WFH, perusahaan mana yang berminat membangun gedung perkantoran baru?